Kamis, 14 November 2013

MAKALAH PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM & PEMBELAJARAN


PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM & PEMBELAJARAN

Tugas Makalah ini Dibuat dalam Rangka Pemenuhan Tugas Mingguan
Pada Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum

DOSEN PEMBINA
Moh. Zaini, S.Pd., M.Pd




Nama Anggota Kelompok

Nama
Nim


Nkp
Nikel
Ahmad Tanzil Itqan
2121000210269






Agnes Ismiyanti
Agripina Rafu Bouk








Yakobus






































Notes:
Nkp : Nilai Kemampuan Personal
Nikel : Nilai Kelompok

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
INSTITUT KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN BUDI UTOMO MALANG
2013




I. PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum merujuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas menurut Sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru(curriculum construction). Selanjutnya juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulm mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sabaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru disekolah. Seperti menyusun rencana tahunan, caturwulan, satuan pembelajaran, dan lain-lain (micro curriculum).
Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini bisa mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat di rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
  1. Bagaimana pendekatan administrative dalam pengembangan kurikulum?
  2. Bagaimana pendekatan top down dalam pengembangan kurikulum?
  3. Bagaimana pendekatan grass root dalam pengembangan kurikulum?
  4. Bagaimana pendekatan demonstrasi dalam pengembangan kurikulum?

  1. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah “Pendekatan Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran” ini yaitu untuk mengetahui, memahami pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran seperti: administrative dalam pengembangan kurikulum, pendekatan top down dalam pengembangan kurikulum, pendekatan grass root dalam pengembangan kurikulum, dan pendekatan demonstrasi dalam pengembangan kurikulum.






















II. PEMBAHASAN

  1. PENDEKATAN ADMINISTRATIF
Model Administratif atau garis-komando (line-staff)merupakan pola pemmgembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal (Zais, 1976 : 447; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 :179). Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja atasan-bawahan (top-down) yang dipasang efektif dalam pelaksanaan perubahan, termasuk perubahan kurikulum.
Model administrasi/garis-komando memiliki langkah-langkah berikut ini:
  1. Administrator pendidikan/top administrative officers (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
  2. Komisi pengarah (streering comitte) bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagaipedoman, dan menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
  3. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
  4. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap perlu. Karena pengembangan kurikulum model administrative ini berdasarkan konsep, inisiatif dan arahan dari atas kebawah, maka akan memerlukan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan adanya tuntutan untuk mempersiapkan para pelaksana kurikulum tersebut.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratif, kita dapat menendai adanya dua kegiatan didalamnya: a) menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan b) menyiapkan istalasi atau implementasi dokumen. Dengan kata lain model administrative/garis komando membutuhkan kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurikulum dengan baik.

  1. Pendekatan Top Down
Dikatakan Pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala Kantor Wilayah. Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model. Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di Negara-negara yang memiliki system endidikan sentralisasi.
Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construkction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang bsudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dengan para tokkoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambahkan dengan guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diuji cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat, para administrastor selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
Dari langkah-langkah pengembangan yang telah dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau perubahan kurikulum dimulai oleh pemegang kebijakan kurikulum, atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidikan; sedangkan tugas guru hanya sebagai pelaksana kurikulum, yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan. Oleh karena itulah, proses pengembangan dengan pendekatan top down dinamaka juga pendekatan dengan system komando.

  1. Pendekatan Grass roots
Kalau pada apendekatan administrative inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke staf-nya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam menyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberian kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini.
Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap profesional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dala upaya meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan; ia juga akan selau mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. A tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia bisa tenang manakal hasil kinerjanya telah sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots ini biasanya diawali dengan keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yagn diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebagainya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin gras root dapat berlangsung.
Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji leteratul yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain misalnya melacak sumber-sumber dari internet; atau melakukan diskusi dengan teman sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan, misalnya melakukan wawancara dengan siswa, orang tua atau sumber lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Berdasarkan hasil kajian refleksi, selanjutnya guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara pengulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Tidak mungkin berbagai kemungkinan bisa kita laksanakan. Dalam langkah ini kita hanya bisa memilih kemungkinan yang dapat kita lakukan dan selanjutnya merencakan apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Disamping itu kita juga dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul, misalnya sebagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebiha dan kita akan dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Kelima, mengimplemenasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahlah masalah yang dihadapi. Dalam proses pelaksanaanya kita dapat berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melui grass roots . langkah ini sangat penting dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada glirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
Manakala kita diperhatikan, peran guru sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kuriulum dengan pendekatan grass roots sangat menentukan. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini, tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan akan tetapi hanya sebagai motivator, dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai oleh guru secara individual atau bisa juga oleh kelompok guru, contohnya guru-guru bidang studi dari beberapa sekolah.





  1. Pendekatan Demonstrasi
Membahas tentang demonstrasi tentunya kita tidak ernah lepas dari penyelenggaran pemakaian suatu produk dalam hal ini kurikulum. Pada pendekatan demonstrasi ini mengandung tiga unsur sebagai berikut:
  1. Pendidikan kewarganegaraan.
  2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
  3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.
  1. Pendidikan kewarganegaraan
Berorientasi pada system politik Negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap Negara.
Dalam masyarakat demokratis, waganegara dapat dimasukkan tiga kategori:
  1. Warganegara yang apais, yang acuh tak acuh dan tak berpartisipasi dalam proses politik.
  2. Warganegara yang pasif, yang partisipasinya minimal (misalnya hanya turut dalam pemilihan umum).
  3. Warganegara aktif, yang turut aktif merumuskan policy kebijaksanaan, memilih wakil, perbaiki undang-undang dan mengubah peraturan yang tidak adil.
Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif.
R. Freeman Butts dalam “The Revival of Civic Learning” mengemukakan daftar sepuluh konsep, yang menurut pendapatnya, dapat dijadikan asas kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan, yakni:
(1) Keadilan (Justice)
(2) Kemerdekaan (freedom), hak kebebasan asasi bagi semua warga Negara;
yakni: - hak hidup sebagai manusia terhormat, bebas untuk
merealisasikan diri , aman terhadap ancaman, dan lain-lain;
- hak bicara, berpikir, menulis dan mengeluarkan pendapat
tanpa halangan yang tak layak;
- hak untuk berpartisipasi penuh dalam pemerintahan.
(4) Kesamaan (equality), kesamaan hak dan kesempatan.
(5) Otoritas, (authority), kekuasaan yang diperoleh secara moral, legal, dan
disahkan oleh peraturan, undang-undang, dan tradisi.
(6) Ke-prive-an (privacy) hak untuk tidak diganggu dan hak untuk
menentukan keterangan pribadi apa yang dapat disampaikan kepada
orang lain.
(7) Proses hokum (due proses), hak perlindungan di bawah undang-undang
bila dan jika ada tuduhan, perlindungan terhadap hukuman dan
penahanan yang sewenang-wenang.
(8) Partisipation (participation), kesempatan untuk turut serta secara
langsung dalam pemerintah lokal, tingkatan mikro, maupun melaui
perwakilan pada tingkatan makro.
(9) Kewajiban pribadi bagi kesejahteraan umum, (personal obligation for the
public good)
rasa kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap orang
lain, pada taraf lokal, national, maupun internasional, seiring dengan rasa
loyalitas, partiotisme, disiplin, dan kewajiban terhadap negara.
(10) Hak asasi manusia internasional (international human rights),
pemahaman global mengenai hak asasi manusia, menuju “dunia yang
lebih adil”.
Selain konsep-konsep di atas, kebanyakan program Pendidikan Kewarganegaraan juga mengajarkan berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warganegara yang baik
2). Pendidikan Pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Para pakar tenaga kerja harus memperhitungkan dengan eksak jumlah guru, ahli kimia, insinyur pertanian, ahli bedah, dan sebagainya yang diperlukan tiap tahun. System pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan Negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan di duduki. Suatu system testing yang komprehensif harus disusun untuk menjaring mereka yang memperlihatkan bakat yang sesuai dengan program tertentu.
  1. Pendidikan Keterampilan Untuk Kehidupan Praktis
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni:
  1. Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka system ekonomi suatu Negara.
  2. Kemampuan untuk mengembangkan masyarakat.
  3. Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
  4. Keterampilan sebagai warga Negara yang baik
Pendekatan ini menghubungkan humanism dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.















III. PENUTUP

  1. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dari hasil pembahasan diatas ialah:
  1. Model pengembangan kurikulum administratif, kita dapat menendai adanya dua kegiatan didalamnya: a) menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan b) menyiapkan istalasi atau implementasi dokumen. Dengan kata lain model administrative/garis komando membutuhkan kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurikulum dengan baik.
  2. Dikatakan Pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala Kantor Wilayah.
  3. pendekatan grass roots lebih banyak digunakan dalam menyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
  4. Pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberian kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap profesional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai.
  5. Pada pendekata demonstrasi bahwa peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif.



  1. Saran
Untuk dapat menjadi pengembangkurikulum yang andal, guru dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan. Dalam rangka memberikan dan/atau membentuk kompetensi guru maka guru haruslah diberikan kesempatan terlibat secara langsung menghadapi dan memecahkan masalah-masalah kurikulum.






















DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet.Ke-4
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara. Ed.1, Cet.Ke-6
Sanjaya, Wina. 2008. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana. Ed. Pertama, Cet.Ke-1
Sukmadinata, Nana syaodih. 1988. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Depdikbud
Zais, Robert S. 1976. Curriculu: Principles and Foundation. New York: Harper & Row, Publisher.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar